Kedahsyatan Efek Berbaik Sangka

Posted by Unknown Senin, 11 Maret 2013 0 komentar

Selain doa dan ikhtiar, ada amalan lain yang juga bisa mengantarkan proses 'perubahan takdir'. Amalan itu adalah amalan hati, yaitu selalu berbaik sangka (husnuzhan) dengan semua keputusan Allah SWT. Berbaik sangka merupakan produk dari olahan kekuatan iman. Tidak mungkin seseorang memiliki kemuliaan akhlak berupa husnuzhan, jika tidak yakin dengan segala sesuatu yang sudah diputuskan Allah.
Seseorang yang mengaku beriman sadar benar bahwa dari setiap peristiwa maka Allah telah mentransformasikan mutiara hikmah untuk manusia. Yakni, sesuatu yang berharga yang hilang milik orang beriman (al-Hikmatu zhalatul mu'minin). Artinya, kejadian yang menimpa kita, pasti ada kadar atau nilai berharga yang sudah dipersiapkan untuk kita. Namun, sementara ini belum ditemukan. Karena itulah, kata Imam Ali karramallahu wajhah, ''Jika kita menemukannya, segeralah diambil; fain wajadaha akhadzaha.''
Pertanyaannya, bagaimana bisa mengambil barang berharga itu, sementara kita sulit untuk mendeteksinya. Di sinilah peranan amalan hati, yaitu husnuzhan. Jika kita mempersangkakan bahwa ada banyak kebaikan yang telah Allah sediakan untuk kita dari takdir-Nya itu, akan benarlah persangkaan kita.
Karena itu, bagaimana rupa takdir kita ke depan, turut ditentukan dari persangkaan kita terhadap-Nya. Simak Hadis Qudsy berikut, Anaa 'inda zhanni 'abdi bih, wa Ana ma'aka idza da'awtani, "Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku tentang Aku. Dan aku bersamamu jika memohon kepada-Ku."
Dengan demikian, husnuzhan bisa mengantarkan seseorang meraih apa yang diharapkan. Kalaulah saat ini kita sedang berduka karena kegagalan, bersegeralah husnuzhan bahwa akan ada kebaikan setelah kegagalan itu. Yakinlah bahwa takdir kita ke depan pasti dipenuhi dengan takdir kesuksesan. Tetaplah optimis. Selama hari masih menjelang, kesempatan meninggalkan kegelapan malam masih selalu terbuka. Dan, kita akan berada di jalur siang yang terang benderang.
Keberuntungan orang yang husnuzhan, tak hanya didapatkan di dunia ini, tapi juga di akhirat kelak. Rasul menyebut orang yang husnuzhan sebagai pemegang kunci surga. Dalam sebuah taklim di hadapan para sahabatnya, Rasul mengatakan bahwa sebentar lagi akan masuk seorang yang kelak akan memegang kunci surga. Semua sahabat terpana. Sampai seorang Umar bin Khattab 'iri' dengan penyematan istilah tersebut. Tidak lama kemudian masuklah orang yang dimaksud.
Orang ini penampilannya biasa-biasa saja. Tidak ada ciri khusus. Karena penasaran, Umar meminta izin untuk menginap di rumah orang tersebut. Tiga hari Umar RA menginap di rumah orang ini. Namun, dia tidak menemukan amalan khusus orang tersebut.
Ketika Umar bertanya, apa rahasianya. Orang itu menjawab, "Ibadah dan amalanku sebenarnya biasa saja, wahai Umar. Hanya selama hidupku, aku diajari oleh ibuku untuk tidak punya perasaan buruk sangka terhadap apa pun dan siapa pun. Barangkali itulah amalan yang dimaksud Rasulullah SAW." (Oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham)


Baca Selengkapnya ....

Istana Sang Khalifah

Posted by Unknown 0 komentar

Seorang utusan Romawi tengah mencari istana Khalifah Umar bin Khattab untuk sebuah urusan. Setelah beberapa saat tak menemukan istana tersebut, ia akhirnya bertanya kepada orang-orang. Saat ia menanyakan di mana istananya, mereka menjawab: "Ia tidak punya istana." Lalu, ia bertanya di mana bentengnya. "Tidak ada," jawab mereka.

Kemudian, mereka menunjukkan rumah Sang Khalifah yang terlihat seperti rumah kaum tak berpunya. Lantas, ia mendatanginya dan menanyakan keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya ia saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: "Itu dia di sana sedang tertidur di bawah pohon."

Tentu bukan tanpa alasan bagi seorang dengan gelar Amirul Mukminin (pemimpin kaum Mukmin) yang kekuasaannya terbentang dari Mesir sampai Irak untuk memilih sebatang pohon sebagai istananya.

Selain agar rakyat dapat dengan mudah menemui dan mengadu padanya, juga karena ia mempelajari hal itu dari Sang Teladan, Nabi Muhammad SAW.

Dahulu, Umar pernah menemui Nabi SAW ketika beliau bangun dari pelepah kurma tempatnya berbaring. Umar melihat guratan pelepah kurma membekas di punggung Nabi SAW. Ia pun menangis. Dengan lembut Nabi SAW bertanya: "Apa yang membuatmu menangis?" Umar menjawab: "Wahai Rasulullah, sungguh Raja Kisra dan Kaisar Romawi dalam keadaan (kafir). Mereka (bergelimang harta), sedang Engkau ialah Utusan Allah (tetapi tidak memiliki apa-apa)." Dengan bijak Nabi SAW bersabda: "Wahai Umar, tidakkah engkau rida jika mereka mendapat dunia dan bagi kita akhirat?" Pelajaran ini tidak pernah dilupakan oleh Umar seumur hidupnya.

Umar bukannya tidak mampu untuk membangun istana atau hidup mewah bak seorang raja. Tetapi, Umar lebih memilih kesederhanaan sebagai perhiasan dirinya.

Bagaimana tidak, ia adalah khalifah yang memperoleh gaji hanya sebatas kebutuhan pokoknya, memakan roti yang hampir mengeras, dan memiliki dua belas tambalan pada pakaian lusuhnya. Ia adalah pemimpin yang bergantian mengendarai keledai bersama budaknya dalam penaklukkan Kota Al-Quds.

Sungguh, Umar telah mengajarkan kepada kita bahwa menjadi pemimpin tak harus bergelimang fasilitas. Maka, ia pun tidak pernah menuntut berbagai fasilitas untuk tugas kepemimpinannya. Karena ia tahu, fasilitas-fasilitas yang ia nikmati tidak lain hanyalah ujian yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Wallahu 'alam bish shawab.

 Oleh: Ahmad Syahirul Alim


Baca Selengkapnya ....
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of ALI SHOLIHIN'S BLOG.