Bidadari Surga

Posted by Unknown Kamis, 30 Mei 2013 0 komentar
Peran wanita dalam kehidupan sering dianggap remeh, bahkan banyak suami yang melakukan tindakan kekerasan kepada istrinya hanya karena hal yang sepele , wanita ditindas, dianiaya bahkan sampai dibunuh, seakan wanita merupakan makhluk yang tidak ada gunanya.

Ingatkah kita akan sejarah umat pada zaman jahiliyah? Ketika wanita tidak mendapatkan tempat yang terhormat, bahkan bila seorang wanita melahirkan bayi perempuan, sang bayi langsung dikubur hidup-hidup, wanita dianggap tak ada harganya, ditindas, dianiaya bahkan dibunuh.

Ada seorang lelaki yang tengah duduk di pojok Masjid Nabawi sendirian, lelaki itu bernama Umar bin Khattab. Ia  merenung, kemudian menangis, tak lama kemudian ia tertawa.

Para sahabat yang menyaksikan menjadi bingung. Mengapa Umar menangis kemudian tertawa? Begitu pertanyaan yang bergejolak di hati mereka. Mereka pun menghampiri Umar dan menanyakan mengapa ia menangis kemudian tertawa?

Umar menjawab, ''Aku menangis karena teringat pada masa jahiliyah. Aku membawa anak perempuanku yang masih kecil ke tengah padang pasir, aku menggali lubang kemudian aku kubur anakku yang masih kecil tersebut hidup-hidup...''

Umar melanjutkan, ''Ia menangis, meminta tolong tapi hatiku tak terketuk sedikitpun, sampai kemudian aku tidak mendengar lagi suaranya, menghilang...''

''Mengingat hal itu aku menangis. Padahal dalam Islam kedudukan wanita begitu dihargai, dihormati dan perannya pun mendapatkan posisi yang sangat tinggi, baik dalam keluarga, masyarakat maupun dalam Negara.''

Sedangkan yang membuat aku tertawa karena teringat pada masa jahiliyah dahulu. Aku melaksanakan perjalanan jauh, segala kebutuhan aku persiapkan dengan baik termasuk membawa patung yang terbuat dari roti.
Dengan harapan, bilamana aku berhenti di tengah jalan untuk beristirahat aku bisa menyembah tuhanku yang aku buat dari roti tersebut, namun kenyataan berkata lain.

Aku kehabisan bekal makanan dalam perjalanan, lalu aku makan sedikit demi sedikit tuhan yang terbuat dari roti tersebut. Mengenang hal itu aku tertawa alangkah kuatnya aku bisa memakan tuhanku sendiri.

Berkaca dari peristiwa yang dialami oleh Umar bin Khattab, pada zaman sekarang ini, tampaknya tidak banyak perubahan dengan zaman jahiliyah dahulu, wanita tidak dihargai, dilecehkan, dianggap remeh, seakan wanita adalah makhluk yang lemah tidak memiliki daya apapun.

Padahal di balik ciptaan Allah SWT tersebut terdapat potensi yang luar biasa. Wanita dapat melahirkan generasi yang qur’ani, wanita dapat mendidik anak-anaknya dengan pendidikan yang berkualitas.

Wanita dapat mengatur rumah tangganya dengan baik, wanita dapat mengatur segala kebutuhan suaminya di rumah, bahkan di balik kesuksesan suami, terdapat peran seorang istri (wanita) yang luar biasa.

Tentu saja ini memberikan ‘ibroh (pelajaran) buat kita, posisi wanita begitu terhormat di mata Islam. Adalah
salah bila kita memperlakukan wanita dengan semena-mena, menganggap kecil peran wanita.

Hal ini sangat dilarang Islam. Bukankah Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadits yang artinya: “Ada tujuh kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya, diantaranya adalah memandang seseorang dengan pandangan terhormat.''

Bisakah kita memandang wanita dengan pandangan terhormat? Bisakan kita memperlakukan wanita dengan baik? Mampukan kita menghargai usaha dan jerih payah wanita?

Tentu saja harus bisa, wanita adalah pendamping hidup bagi laki-laki, wanita adalah penyempurna hidup bagi laki-laki, wanita adalah bidadari surga yang Allah turunkan ke muka bumi untuk mendampingi laki-laki. Wallahu’alam bish-shawab.(Oleh. H. Ahmad Dzaki, MA)



Baca Selengkapnya ....

Doa Untuk Anakku Tersayang

Posted by Unknown Kamis, 23 Mei 2013 0 komentar
Ya Allah Tuhan yang Maha Pengasih,
Binalah anak hamba untuk menjadi seseorang yang cukup kuat untuk mengakui kelemahannya, cukup berani untuk mengakui ketakutannya, bangga dan tabah serta jujur dalam mengakui kekalahan, rendah hati dan lemah lembut dalam kemenangan.

Binalah anak hamba menjadi seseorang yang mampu mewujudkan cita-citanya dan tidak hanya tenggelam dalam angan-angannya saja; seorang anak yang sadar bahwa mengenal Engkau dan mengenal dirinya sendiri adalah landasan segala pengetahuan.

Kumohon kepada-Mu Ya Allah,
Janganlah pimpin dia di jalan yang mudah dan enak, namun berilah dia kesempatan untuk mengalami tekanan dan cobaan di jalan yang penuh kesulitan dan tantangan. Berilah dia kesempatan belajar untuk tetap tegak dalam prahara, dan welas asih kepada yang mengalami kegagalan.

Binalah anak hamba untuk berhati tulus, dan bercita-cita tinggi; seorang anak yang mampu memimpin dirinya sendiri sebelum mempunyai kesempatan untuk memimpin orang lain, seorang anak yang memahami arti tawa ceria tanpa melupakan arti tangis duka, seorang anak yang mampu memandang jauh ke masa depan namun tidak melupakan masa yang telah silam.

Dan bila semua ini telah menjadi miliknya, aku mohon kepadaMu, tambahkanlah secercah kejenakaan supaya dia dapat bersungguh-sungguh dan juga dapat menikmati hidupnya.

Anugerahilah dia kerendahan hati dan kesederhanaan yang merupakan dasar keagungan yang sejati, kesediaan untuk menerima kenyataan yang merupakan dasar kearifan yang sejati dan kelembutan yang merupakan dasar dari kekuatan yang sejati.

Dan akhirnya, jika semua itu telah terwujud, hamba, ayahnya, akan memberanikan diri untuk berbisik, "hidup hamba tidaklah sia-sia.”

Baca Selengkapnya ....

Ibunda Almasih Wanita yang Dimuliakan Allah SWT

Posted by Unknown 0 komentar
Kaum wanita memiliki sejarah panjang yang cukup kelam. Keberadaan mereka dimarginalkan dan posisi mereka dinomorduakan. Bagi orang-orang Yahudi wanita martabat mereka tidak lebih dari seorang budak.
Seorang ayah berhak menjual anak perempuannya jika ia tidak mempunyai seorang anak. Ketika wanita haid mereka tidak boleh makan bersama, karena mereka adalah najis.

Dalam tradisi bani Israil pengurus baitul makdis selalu diserahkan kepada kaum laki-laki. Kala itu pengurus baitul makdis adalah tugas terhormat dan sangat mulia. Tidak sembarang orang boleh dan bisa melakukannya. Belum ada sejarahanya pengurus baitul makdis itu wanita. Sampai lahir seorang wanita yang Allah lebihkan ia dari wanita seluruh dunia di masanya.

Kisah ini bermula ketika istri Imran tengah mengandung dan ia bermunajat kepada Allah SWT. Istri imran bernadzar jika anak yang di dalam kandungannya kelak lahir. Maka ia akan serahkan untuk menjadi pengurus baitul makdis lillahi ta’ala.

Namun ternyata anak yang dilahirkannya bukanlah seorang anak laki-laki seperti yang diharapkannya. Itu tidak menjadikannya urung niat untuk menjadikan anaknya sebagai pelayan baitul makdis.

Kemudian ia beri nama anak tersebut Maryam. Maryam adalah bahasa Ibrani yang berati seorang ahli ibadah yang taat lillahi ta’ala. Istri Imran pun memohon kepada Allah agar anaknya dimuliakan dan dilindungi dari gangguan setan yang terkutu. Harapan dalam doa istri Imran tersebut dikabulkan oleh Allah swt.

“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya. Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya.
Zakaria berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (Q.S Ali Imran [2] : 37)

Allah tinggikan derajat kaum wanita melalui Maryam. Ia adalah wanita pertama dan satu-satunya yang menjadi pelayan baitul makdis. Allah SWT jadikan Maryam wanita terbaik di seluruh dunia pada zamannya. Sebagian ulama tafsir menyebutkan Maryam adalah wanita tercantik di zamannya.

“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).” (Q.S Ali Imran [2] : 37)

Tidak sampai di situ, Maryam adalah wanita terpilih yang Allah SWT anugerahkan seorang anak langsung dari kalimat-Nya. Tanpa melalui proses biologis yang alami.

“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya Allah SWT menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya Al Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (Q.S Ali Imran [2] : 45)

Penciptaan Nabi Isa as ini seperti penciptaan Nabi Adam as. Kisah ini ada dalam Alquran kitab yang dibawa oleh Nabi Muhamad shalallahu ‘alaihi wasalam. Wallahu a‘lam bi showab. (Oleh Agustiar Nur Akbar)


Baca Selengkapnya ....

Penyesalan

Posted by Unknown Rabu, 22 Mei 2013 0 komentar
Yasin berusia 15 tahun saat itu. Ia lulus dari SMP dengan nilai buruk. Orang tuanya lantas memasukkan Yasin ke sebuah pesantren. Namun, Yasin tidak suka hidup di pesantren. Menurutnya pesantren terbelakang, dan tidak sesuai dengan gaya hidupnya.

Ia kesal dan marah. Namun, ia dan orang tuanya tak punya pilihan lain sebab ia tidak diterima di SMA Negeri. Sedang untuk masuk sekolah swasta, orang tuanya tak mampu. Maka Yasin dimasukkan pesantren karena terbentur masalah ekonomi.

Baru tiga hari di pesantren, ia sudah tak betah. Mandi antri, makan antri, sandal hilang lenyap. Pendek kata, ia tak betah. Apalagi pelajaran, jangankan soal fikih, nahwu, sharaf, tafsir, hadis, dan segudang ilmu lainnya, membaca Alquran pun ia tidak sanggup.

Semua itu menjadi akumulasi kekesalan Yasin yang membuat ia ingin keluar pesantren. "Tak sanggup aku belajar di sini" gumam batin Yasin.

Menjelang Maghrib, sirene meraung keras ke segala penjuru pesantren untuk memaksa semua santri segera ke masjid. Para ustaz dan santri senior mengatur duduk para santri di masjid.

Tradisi di pesantren itu melazimkan seluruh santri membaca surat al-Waqiah dan al-Mulk sebelum Maghrib. Yasin pun turut serta sambil memegang Alquran. Amat sulit ia mencari kedua surah itu, sebab memang jarang membaca Alquran.

Seorang bocah kelas dua Tsanawiyah (setingkat SMP) yang duduk di sebelahnya, memperhatikan Yasin. "Mari aku bantu mencarinya, kak," kata anak itu. Namanya Ahmad. Dalam hitungan detik, Ahmad sudah menemukan letak kedua surah itu.

Ketika bacaan ta’awaudz dan basmalah dimulai dan diikuti seluruh santri, Yasin mencoba menirukannya. Namun, begitu ayat selanjutnya, Yasin tak mampu lagi mengikutinya. Alih-alih bisa menirukan, membaca saja dia tak tahu. Yasin terlihat gelagapan.

Ia kesal karena tak bisa mengikuti bacaan para santri lainnya. Dari dalam hatinya, muncul rasa malu. Sebab, ia yang duduk di kelas 1 SMA, kalah dengan bacaan anak usia di bawahnya, seperti Ahmad.

Ia memandangi Ahmad yang begitu menikmati bacaannya. Ahmad mengikuti bacaan Alquran imam dengan begitu rileks. Fasih sekali bacaannya. Suaranya pun terdengar merdu di telinga Yasin. Tampaknya, Ahmad sudah hafal kedua surah itu.

Menyaksikan kebodohannya itu, Yasin benar-benar merasa dipermalukan. Ia iri melihat Ahmad dan para santri lainnya yang lancar membaca Alquran. Ia pandangi Alquran itu hingga air matanya menetes di pipinya.
Tergambar penyesalan dibenaknya. Usianya sudah 15 tahun, namun belum bisa membaca Alquran. "Ya Allah, ke mana saja saya selama ini?" ujarnya mulai sadar.

Sejak saat itu, Yasin bertaubat kepada Allah SWT dan giat belajar membaca Alquran. Ia gunakan waktu yang ada untuk belajar dan terus belajar untuk mengejar ketertinggalannya.

Usahanya tak sia-sia. Selama tiga tahun di pesantren atau enam semester, ia menjadi juara umum di sekolahnya. Bahkan, atas prestasinya itu, ia juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo.

Kini, Yasin telah berusia 40 tahun. Ia mengenang kisah itu di hadapan saya dengan mata berkaca-kaca. “Saya sangat menyesal, karena selama belasan tahun telah membuang umur dengan sia-sia. Saya memohon ampunan kepada Allah,” ujarnya.
Itulah momen hidayah yang didapatkan Ustaz Yasin. Semoga kita bisa mengambil hikmahnya.(Oleh: Ustaz Bobby Herwibowo).


Baca Selengkapnya ....

Belajar Arif

Posted by Unknown 0 komentar
Pada suatu malam khalifah Umar bin Abdul Aziz melakukan sidak. Ia ditemani seorang petugas keamanan. Keduanya masuk sebuah masjid yang lampunya padam.

Tanpa disengaja, kaki sang khalifah menginjak seseorang yang sedang tidur. Orang itu terbangun dan berkata kepada Umar: "Apakah engkau gila?" "Tidak, saya tidak gila," jawab sang khalifah.

Petugas keamanan sempat tersinggung atas upacan tidak sopan itu. Ia bermaksud memukulnya, tetapi dicegah khalifah. "Jangan kau pukul. Dia cuma bertanya: "Apakah engkau gila? dan sudah aku jawab: “Aku tidak gila".
Sebagai Amirul Mukminin, aku sama sekali tidak merasa dihina atau dilecehkan. "Engkau jangan mudah marah, dia bertanya begitu karena belum sepenuhnya sadar, terbangun secara tiba-tiba. Kedatangan kita ke masjid ini boleh jadi mengganggu tidurnya," nasehat khalifah kepada petugas keamanan.

Kisah unik tersebut memberi pesan moral kepada kita, kearifan dan kematangan emosi mutlak dimiliki seorang pemimpin, di samping kesantunan, keramahtamahan, dan mampu membawakan diri dalam berbagai situasi.

Karena kearifian  merupakan kunci harmoni sosial. Sementara itu, emosi tak terkendali, reaksioner jika dikritik, dan mudah mengeluh atau mencurhatkan persoalan pribadi, hanya akan membuat masalah tidak terselesaikan dengan baik.

Kearifan mengantarkan kepada persahabatan sejati. Kearifan tidak hanya dapat meredam permusuhan, dan mengalahkan nafsu amarah yang diprovokasi oleh setan, juga dapat mencerdaskan emosi dan tidak mudah menyakiti pihak lain sehingga mudah bergaul, beradaptasi, dan bermasyarakat secara empati dan baik hati.

Pemimpin yang arif, tidak mudah marah dan meluapkan emosi tanpa pengendalian diri. Nabi Muhammad saw adalah figur paling arif nan santun yang patut diteladani. 

Beliau pernah dilempari kotoran setiap kali melewati rumah seorang Yahudi, tapi beliau tidak membalas dendam dan sakit hati.

Pada kali yang keempat lewat di depan rumahnya, beliau justru merasa heran, kenapa orang yang biasa melemparinya dengan kotoran busuk itu tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Setelah diselidiki, ternyata orang Yahudi itu sakit. Beliau malah merespon positif dengan mendatangi rumahnya untuk menjenguk dan mendoakan kesembuhannya.

Melihat perlakuan Nabi saw yang luar biasa arif, Yahudi itu malu dan sempat menduga kedatangan rasul untuk membalas dendam. Sesampai di rumahnya, beliau ternyata memberi senyum ramah kepadanya sembari menanyakan sakitnya.

Ia meminta maaf kepada Rasulullah saw. "Sungguh engkau adalah orang yang sangat berhati mulia, arif, dan pemaaf. Tidak menaruh dendam sedikit pun, padahal aku telah menyakiti hatimu. Agama yang membuatmu berhati santun, arif, dan pemaaf, pastilah agama yang benar sesuai dengan fitrah manusia," kata Yahudi itu seraya masuk Islam.

Sungguh indah kearifan itu, karena dapat melejitkan segala kebaikan, mentransfer keburukan menjadi kebaikan, permusuhan menjadi saling memaafkan.

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah  telah menjadi teman yang sangat setia." (QS. Fushshilat [41]: 34)

Begitulah dahulu Nabi saw berdakwah dengan kearifan dan kesantunan hati, sehingga orang Yahudi yang sangat keras permusuhannya terhadap orang-orang  beriman (QS. al-Maidah [5]: 82) itu pun mengakui kemuliaan dan keluhuran moralitas Islam yang diteladankan Nabi SAW.

Dari kearifan pemimpin seperti itulah, Islam sebagai rahmat bagi semua patut diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang semakin jauh dari keluhuran moral.

Belajar menjadi arif merupakan terhormat bagi siapapun, lebih-lebih bagi pemimpin. Karena menjadi arif jauh lebih mulia daripada bersikap emosional dan mudah mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang matang.

Kearifan memang menjadi kunci kecintaan sang pemimpin terhadap rakyat. Hanya pemimpin ariflah yang  akan selalu melayani dan mencitai rakyat sendiri. Wallahu a'lam bish Shawab.(Oleh. Muhbib Abdul Wahab)



Baca Selengkapnya ....
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of ALI SHOLIHIN'S BLOG.