IDUL FITRI DAN KEBANGKITAN ISLAM
Jumat, 24 September 2010
0
komentar
Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Pada pagi yang berbahagia ini, selesai sudah satu tahap peribadatan kita untuk kemudian memulai tahap peribadatan selanjutnya. Telah kita tunaikan Ibadah puasa dan telah kita bayarkan Zakat Fitrah. Telah kita isi Ramadhan dengan amal kebaikan dan kebajikan kepada Allah maupun terhadap sesama manusia. Maka pada hari ini bukan saja pakaian kita yang baru, tetapi Insya-Allah hati kita pun juga baru. Baru dan cemerlang lantaran pancaran taqwa dan kesucian diri yang telah kita peroleh dari ibadah Ramadhan kita. Dan kiti mulai hari-hari baru di bulan Syawal ini dengan ibadah dan amal shaleh, dengan bermodalkan hati yang fitri dalam rangka mengabdi kepada-Nya untuk meningkatkan martabat kemanusiaan kita. Pada hari yang berbahagia ini kita kumandangkan Takbir , Tahlil dan Tahmid menyeru kebesaran dan kekuasaan Allah, seraya bersyukur karena kita telah kembali kepada Fitrah. Kembali kepada Fitrah berarti kita kembali pada kemanusian kita. Dengan demikian, berarti kita mampu untuk mencapai keseimbangan jasmani dan rohani kita. Pada keadaan yang demikian sebenarnya kita telah melakukan suatu Jihad Akbar, suatu perjuangan besar untuk mencapai kemenangan dan keridhaan Allah SWT. Maka wajarlah senyum dan tawa tersungging dari bibir tiap-tiap Muslim yang menyambut hari kemenangan ini. Sehingga kebahagian tidak hanya terlukis pada wajah-wajah mereka, tetapi terutama kebahagiaan yang memancar dari kalbu yang menang. Kemenangan atas segala jebakan setan dan kemenangan atas segala dorongan nafsu. Sebab pada hakekatnya, Ibadah puasa yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan ketulusan itu, selain bertujuan untuk mencapai derajat Taqwa, juga untuk mengendalikan diri dari segala rayuan setan dan dorongan hawa nafsu. Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia mengakui nafsu, fungsi dan peranannya. Bahkan memandangnya sebagai sesuatu yang baik yang mengandung unsur keindahan tersendiri. Allah SWT berfirman: Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Ali Imran: 14) Karena nafsu dipandang sebagai perhiasan yang dihiaskan pada manusia, maka sudah barang tentu diperlukan adanya usaha dan upaya untuk tekun merawat dan memeliharanya agar tetap senantiasa indah dan mempesona, terhindar dari segala bentuk noda dan debu duniawi yang dapat merusak citra keindahannya. Karena pada hakekatnya tak seorang pun yang sudi menyandang hiasan-hiasan yang kotor, ternodo serta menjijikkan yang tak lagi pantas disebut sebagai hiasan atau perhiasan. Dan tidak dapat pula dibenarkan memakai hiasan atau perhiasan secara berlebihan, atau menggunakannya tidak secara wajar atau pantas. Misalnya, apabila seseorang memakai beberapa cincin yang melingkari keseluruh sepuluh jari-jarinya. Jelas cara ini akan menimbulkan tidak saja keheranan orang, tetapi orang tersebut malah disangka kurang waras. Begitulah seperti perumpamaan-perumpamaan tersebut, maka nafsu juga harus diletakkan pada tempatnya yang tepat, sesuai dan selaras dengan keadaannya serta menurut tuntutan dan kebutuhannya. Sebab hidup sekali-kali tidak hanya untuk mengumbar atau menurutkan hawanafsu semata. Hidup menuntut kewajiban-kewajiban dan darma bakti tertentu yang justru untuk mengisi hidup itu sendiri, dan mewarnai kehidupan dengan pola-pola hidup yang indah mempesona. Antara nafsu dan kewajiban harus tetap harmonis, saling tenggang menenggang, dan harus dijaga agar antara keduanya tidak mengalami bentura-benturan. Dan pada saat-saat tertentu malah kewajiban justru harus diutamakan. Maka janganlah sekali-kali mengutamakan nafsu. Sebab apabila sampai terjadi demikian, maka dunia akan gelap, porak-poranda dan kehidupan akan merugi. Mengutamakan nafsu di atas segala-galanya sama dengan merusak hidup dan kehidupan ini. Allah SWT berfirman: Artinya: Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; Maka siapakah yang akan menunjuki orang yang Telah disesatkan Allah? dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun. (QS. Ar-Ruum: 29). Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Dalam kondisi fitrah dan suci seperti sekarang ini, marilah dengan hati yang suci pula kita Renungkan kondisi umat Islam saat ini. Yang mana, kita dapat menyaksikan di mana-mana, baik di dalam maupun di luar negeri keadaan umat Islam masih dalam kondisi terbelakang, dalam kemunduran, kemiskinan, kebodohan, ketergantungan dan ketergeseran dari segala bidang kehidupan ini. Misalnya, konflik Timur Tengah, baik di Palistina maupun di Irak yang sudah sekian lama tidak kunjung usai. Sementara itu di kawasan Balkan, umat Islam Bosnia masih selalu mendapat tekanan-tekanan dari kaum kafir Serbia. Belum selesai maslah-maslah tersebut baru-baru ini umat Islam Irak dan umat Islam Afganistan digempur habis-habisan oleh Negara yang menyebut dirinya Adikuasa, yakni Amerika Serikat. Dan masih banyak lagi umat Islam di Negara-negara lainnya yang hidup dalam penindasan kaum kafir penguasa. Sementara itu, di Indonesia sendiri, umat Islam hanya merupakan kelompok-kelompok pinggiran yang tak mampu berbuat banyak untuk kesejahteraan bersama, dan bahkan dari 37 juta jiwa rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan ternyata adalah umat Islam. Kondisi semacam itu harus kita akui secara jujur, bahwa umat Islam telah lama kehilangan masa keemasannya, masa kejayaannya, dan masa puncak dimana umat Islam memegang peranan kehidupan dalam percaturan dunia ini. Kalau kita mau jujur, sebenarnya umat Islam saat ini bukan saja hanya sekedar mengalami kerusakan, tetapi lebih dari itu adalah sudah lupa diri. Memang umat Islam masih semarak memperingati hari-hari besar Islam, mencetak dan memperbanyak Al-Qur’an, serta membentuk berbagai organisasi. Namun semua itu bukan berarti kita telah memenuhi kewajiban kiata terhadap agama dengan ikhlas. Sebab kita memperingati hari-hari besar Islam dan mencetak Al-Qur’an seakan hanya sekedar formalitas belaka. Sebab dalam kenyataannya kita masih mendurhakainya. Umat Islam saat ini bias diibaratkan sebagai seorang murid yang selalu menciumi tangan gurunya, namun tidak pernah menjalankan nasehat-nasehat gurunya. Dalam kaitannya dengan masalah tersebut, DR. Yusuf Qardawi (Dimana Kerusakan Umat Islam) mengkhawatirkan umat Islam sekarang ini sudah tergolong pada apa yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang terpedaya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf: 51 yang berbunyi: Artinya: (yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau, dan kehidupan dunia Telah menipu mereka.(QS. Al-A’Raf: 51) Musibah tragis di atas sudah terbukti dalam kenyataan hidup kita, dimana kebanyakan umat Islam sudah tergila-gila menghiasi tembok masjid dan rumahnya dengan kaligrafi dan pajangan ayat-ayat Al-Qur’an yang begitu indah dan mewah. Tetapi sebaliknya, mereka tidak pernah menghiasi dirinya dan kehidupannya dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang dipajangnya tersebut. Saat ini juga banyak umat Islam yang membacakan Al-Qur’an untuk orang yang sudah mati, tetapi tidak pernah mengajarkan kepada orang yang masih hidup. Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Sebagai seorang Muslim, kita semua tentu yakin, bahwasanya Allah akan senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada orang-orang Muslim. Namun marilah kita buka mata kita, dan kita lihat dengan seksama, apakah Rahmat Allah tersebut saat ini telah dilimpahkan kepada umat Islam atau tidak? Sebab ternyata mayoritas umat Islam saat ini berada dalam cengkraman orang-orang kafir. Padahal seharusnya kepala kita tidak boleh tunduk kepada siapa pun kecuali kepada Allah SWT. Namun nyatanya sekarang kita tunduk kepada orang-orang kafir tersebut. Kehormatan kita yang seharusnya tak boleh dinodai oleh siapa pun juga, namun sekarang berlumur tanah. Tangan kita yang selama ini selalu di atas, sekarang berada di bawah dan menengadah di hadapan orang-orang kafir. Sehingga kebodohan, kemiskinan, dan hutang telah merendahkan derajat umat Islam di mana-mana. Apakah semua itu bisa dikatakan sebagai Rahmat Allah? Tentu tidak, dan bahkan barangkali justeru kemurkaan Allah. Dan apabila semua itu bukan Rahmat Allah, maka alangkah anehnya, bahwa kita sebagai orang-orang Muslim yang seharusnya sarat dengan Rahmat, malah mendapatkan kemurkaan Allah. Oleh karena itu kita semua harus mengakui, bahwa ada sesuatu yang masih salah dalam pengakuan kita sebagai orang Muslim. Sebab Allah telah mengirimkan kitab-Nya kepada kita, sehingga dengan membacanya kita bisa mengenal-Nya dan tahu cara-cara untuk bisa menjadi hamba-hamba-Nya yang patuh. Apakah kita sudah mencoba untuk mengetahui apa yang terkandung dalam kitab tersebut? Allah juga telah mengutus Rasul-Nya kepada kita untuk mengajari kita cara menjadi seorang Muslim. Apakah kita juga pernah mencoba untuk mengetahui apa yang diajarkan oleh utusan Allah itu? Allah juga telah menunjukkan kepada kita jalan untuk memperoleh kehormatan dan kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat. Apakah kita juga sudah mengikuti jalan tersebut? Dan Allah juga dengan jelas telah memberitahukan kepada kita perbuatan-perbuatan bagaimana yang bisa merendahkan derajat manusia di dunia dan di akhirat. Apakah perbuatan-perbuatan tersebut juga sudah kita hindari? Jawaban apa yang dapat kita berikan terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut? Jika kita mengakui bahwa kita tidak mengetahui dan tidak mempunyai pengetahuan dari kitab Allah dan dari kehidupan utusan-Nya, serta tidak pula mengikuti jalan yang telah ditunjukkan oleh-Nya, maka bagaimana kita bisa disebut sebagai orang-orang Muslim yang patut menerima Rahmat-Nya? Padahal karunia dan pahala yang kita terima adalah sama dan sepadan dengan keimanan dan tingkat ketaqwaan kita. Oleh karenanya, untuk dapat meraih Rahmat Allah, dan mencapai kemajuan dan kesejahteraan kehidupan kita, serta untuk mengembalikan kebangkitan Islam, tidak ada pilihan lain kecuali kita harus kembali kepada kitab Allah dan Rasul-Nya, serta mentaati petunjuk yang ada di dalamnya. Kemudian menyatukan pemikiran dan persepsi kita dalam satu komitmen: Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(QS. Al-An’am: 162) Kemudian pemikiran ini harus kita realisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari. Mudah-mudahan dengan cara itu, kemulian dan kejayaan Islam akan dapat kita raih kembali. Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Marilah kita mulai hari-hari baru di masa-masa yang akan datang dengan menjaga kesucian dan kefitrahan yang telah kita raih melalui amalan Ramadhan kemarin. Kita jaga kesucian kita dengan tetap dan terus menjadikan shalat kita, aktifitas kita, hidup dan mati kita hanya karena mengharap Ridha Allah SWT. Sebab bagaimanapun, kemegahan dan kemewahan duniawi yang semakin memukau dewasa ini bukanlah menjadi tujuan akhir pencapaian kebahagiaan yang dijanjikan Allah SWT. Namun harus tetap ditempatkan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan, sehingga memberikan banyak peluang dan kemudahan untuk beribadah kepada Allah dan tugas pengabdian antar sesama, yang akan mengantarkan orang-orang beriman yang mampu mengendalikan nafsunya kepada kebahagiaan hakiki dalam keridhaan Allah SWT, lahir batin, dunia akhirat. Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahilhamd. Jamaah Idul Fitri Rahimakumullah. Demikianlah khatbah yang dapat saya samapaikan pada kesempatan ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita sekalian. Dan untuk mengakhiri khatbah ini, marilah kita bersama-sama berdo’a mohon kehadirat Allah SWT seraya sambil mengangkat kedua tangan kita. Wahai Tuhan kami yang memiliki kekuasaan. Engkau beri kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut ia dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu lah ada segala kebaikan, karena sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas setiap sesuatu. Ya Allah Tuhan yang Maha Pengasih. Kami yang hadir di tempat ini menginsafi jalan satu-satunya yang dapat memprtemukan kami kehadirat-Mu adalah melalui Ridha-Mu, kami harus jalankan amal yang seimabang antara penguasaan di dunia dan di akhirat, oleh karena itu ya Allah…berilah Rahmat, Taufiq, dan Hidayah-Mu untuk bekal kami melaksanakan aktifitas dan amalan dalam kehidupan kami. Ya Allah Tuahan yang Maha Suci. Sucikanlah niat kami dalam menunaikan tugas kami dari setiap keinginan yang tercela, sebagaimana Engkau sucikan kain putih dari kotoran. Jauhkanlah kami dari perbuatan dosa, sebagaimana Engkau jauhkan antara barat dengan timur, dan segerakanlah Engkau beri kesadaran, manakala datang godaan untuk kemaksiatan. Ya Allah Tuhan yang Maha Perkasa. Berikanlah kami kekuatan dan petunjuk untuk membuka lembaran kehidupan baru yang lebih segar dalam hidup kami sebagai umat-Mu. Segarkanlah kembali dalam dada kami amanah-Mu, sehingga dapat kami jadikan setiap usaha dan tujuan hidup kami sebagai hanya mengharapkan keridhaan-Mu semata. Ya Allah Tuhan yang Maha Pengampun. Ampunilah semua dosa kami, dosa ibu bapak kami, dosa saudara-saudara kami, dosa para pemimpin dan guru kami. Terimalah amal dan ibadah mereka, karena Engkau Maha Pengampun lagi Maha Mengetahui. Ya Allah Ya Arkhamarrahimin. Kabulkanlah permohonan dan do’a kami, agar kami semua termasuk dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh/salehah. *Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431.H, Taqobbalallahu minna waminkum. Mohon mafa Lahir dan Batin.
Baca Selengkapnya ....