Berbuat Menuju Setelah Kematian

Posted by Unknown Minggu, 16 November 2014 0 komentar
Ketika dilahirkan, kita diadzani tanpa dishalati. Ketika mati, kita dishalati tanpa diadzani. Antara lahir dan mati hanyalah bagai antara adzan dan shalat, sebuah penantian yang cukup pendek. Ya, penantian yang tidak lama, tapi sangat menentukan nuansa setelahnya.

Dalam penungguan shalat setelah adzan, ada yang menyibukkan diri dengan dzikir, ada yang mengisinya dengan bincang-bincang bermacam hal mulai dari masalah hobby sampai masalah bisnis, ada pula yang sambil tidur-tiduran, serta ada pula yang ketiduran.

Persis manusia yang telah dilahirkan dan menjalani hidup menuju mati: ada yang mengingat Allah, ada yang mengingat makhluk Allah, ada yang hanya ingat urusan dunianya sendiri, ada yang santai-santai seakan tak ada yang harus dipertanggungjawabkan, ada pula yang tidak pernah peduli apapun dan kemudian mati.

Tidak perlu dijelaskan mana yang terbaik. Al-Qur'an telah menjawab, al-Hadits telah menjelaskan dan akal sehat telah mengetahui. Saat ini tinggal bagaimana kita berbuat untuk keadaan paska kematian.

Masa begitu cepat berlalu. Kemarin sudah berganti hari ini, tadi malam telah berganti pagi ini. Pagi ini akan segera berganti siang nanti dan selanjutnya. Wall-'ashri, demi masa. Salam AIM@Alif Lam Mim


Baca Selengkapnya ....

Zuhud Tidak Mesti Miskin

Posted by Unknown Sabtu, 15 November 2014 0 komentar
Ada data menarik yang disampaikan al-Mas’udi dalam kitabnya Muruj al-Dzahab terkait harta kekayaan para sahabat Rasulullah SAW. Zubair bin Al-Awaam meninggalkan 59,8 juta dirham setelah wafat. Konon, beliau memiliki 1.000 budak, 1.000 kuda, 11 rumah megah, juga ratusan hektare tanah dan perkebunan yang tersebar di Madinah, Basrah, Kufah, Fustat dan Iskandariyah. Selain itu, beliau juga seorang saudagar.

Abdurrahman bin Auf saat awal berhijrah ke Madinah tidak memiliki harta sepeser pun. Tapi, tak lama kemudian beliau menjadi orang paling kaya se-Madinah. Menjelang akhir hidupnya, beliau mewasiatkan agar sebagian hartanya dibagikan kepada 100 ahli Badar yang masih hidup. Masing-masing mendapat jatah 400 dinar. Selain itu, beliau memiliki 1.000 budak yang telah dibebaskan, 1.000 unta, 100 kuda, juga 3.000 domba yang digembalakan di Baqi’.
 
Zaid bin Tsabit meninggalkan 300 ribu dinar serta ratusan ton emas dan perak. Ibnu Mas’ud, selain memiliki 50 budak dan hewan ternak, meninggalkan 9.000 ton (mitsqal) emas dan beberapa rumah megah di pelosok-pelosok Irak. Al-Khabab bin al-Irts, sahabat Rasul SAW yang terkenal miskin, di akhir hidupnya mewasiatkan untuk membagi-bagi sisa hartanya yang berjumlah 40 ribu dinar.

Fakta ini menunjukan bahwa para sahabat adalah orang-orang kaya. Tapi, kekayaan mereka tidak lantas membuat mereka lupa akan akhirat. Mereka hidup zuhud. Ali bin Abi Thalib menjelaskan, zuhud tersimpul dalam dua kalimat dalam Alquran, supaya kamu tidak bersedih karena apa yang lepas dari tanganmu dan tidak bangga dengan apa yang diberikan kepadamu.

Orang yang tidak bersedih karena kehilangan sesuatu darinya dan tidak bersuka ria karena apa yang dimiliki, itulah orang yang zuhud. Dari tafsir yang dikemukakan Ali bin Abi Thalib tersebut, kita dapat melihat dua ciri orang yang zuhud dalam pandangan Allah.

Pertama, Zaid tidak menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada apa yang dimilikinya. Zuhud adalah pola hidup menjadi. Zaid tidak memperoleh kebahagiaan dari dengan memiliki. Para sahabat Rasulullah SAW tidaklah membuang semua yang dimilikinya, tetapi mereka menggunakan semuanya itu untuk mengembangkan dirinya. Kebahagiannya tidak terletak pada benda-benda mati, tetapi pada peningkatan kualitas hidupnya.

Kedua, kebahagiaan seorang Zaid tidak lagi terletak pada hal-hal yang duniawi, tetapi pada dataran rohani. Kedewasaan kepribadian jiwa kita terletak pada sejauh mana kecenderungan kita pada hal-hal yang rohani. Makin tinggi tingkat kepribadian kita, kebahagiaan rohani meningkat. Dua prinsip inilah yang dipegang para sahabat.

Al-Ghazali menegaskan, zuhud itu menghilangkan keterikatan hati dengan dunia, tapi bukan berarti menghilangkannya. As-Syadzili, pendiri tarikat sufi As-Syadziliyah, dalam setiap doanya selalu meminta kepada Allah, “Ya Allah luaskanlah rizkiku di dunia dan janganlah ia menghalangiku dari akhirat, jadikanlah hartaku pada genggaman tanganku dan jangan sampai ia menguasai hatiku.”

Para sahabat memiliki kekayaan dunia, tapi tidak punya keterikatan hati dengan materi. Harta bagi mereka hanyalah fasilitas untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk tujuan hidup. Karena itu, petuah Rasul SAW harus dipegang erat-erat dalam sikap hidup kita, “Bekerjalah untuk duniamu seolah engkau hidup abadi dan beramalah untuk akhiratmu seolah engkau akan mati besok.” (HR al-Bazzar).


Oleh: Abdul Aziz



Baca Selengkapnya ....

Pintu Surga

Posted by Unknown Kamis, 13 November 2014 0 komentar
Surga dengan segala keindahan dan keelokannya memiliki banyak pintu masuk. Masing-masing pintu mempunyai nama-nama sendiri sesuai karakter yang akan memasukinya.
Seperti Sabda Rasulullah SAW, "Siapa yang selalu mendirikan shalat akan dipanggil dari pintu shalat. Siapa yang ikut berjihad, ia akan di panggil dari pintu jihad. Dan, barang siapa yang selalu melaksanakan puasa akan dipanggil dari pintu yang memancarkan air yang segar (Ar-Rayyan). Dan, barang siapa yang selalu memberikan sedekah akan di panggil dari pintu sedekah." (HR Bukhari).

Mendengar hadis ini, seorang sahabat paling dekat dengan Rasulullah, Abu Bakar RA, bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah bisa seseorang dipanggil dari semua pintu surga tadi?" ujarnya.

Rasulullah SAW bersabda, "Ya (bisa). Aku sangat berharap bahwa engkaulah yang termasuk seorang di antara mereka yang dipanggil dari semua pintu surga itu." (HR Bukhari).

Jika seseorang ingin masuk surga, setidaknya ia harus mengetahui dari pintu mana ia masuk. Artinya, ada amal andalan yang bisa mengantarkannya ke surga. Amal tersebut ibarat tiket yang ia pergunakan untuk melewati pintu surga. Tentu saja, jika seseorang tidak mempunyai tiket, ia tak akan diperkenankan masuk.

Misalkan, dengan berpuasa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa, pada hari kiamat akan masuk dari pintu itu. Tidak dibolehkan seorang pun memasukinya selain meraka. Pintu itu menghimbau, 'Di mana orang-orang yang berpuasa?' Orang yang berpuasa pun bangkit. Tidak ada seorang pun yang masuk (pintu itu) kecuali dari mereka. Ketika mereka telah masuk, (pintunya) ditutup dan tak ada seorang pun yang bisa masuk lagi." (HR Bukhari Muslim).

Hanya mereka yang merutinkan puasa saja yang mempunyai harapan masuk dari pintu Ar-Rayyan ini. Siapa yang ingin masuk dari pintu ini maka seyogyanya harus merutinkan dirinya dengan puasa-puasa sunah, seperti puasa sunah Senin-Kamis, puasa Asyura, puasa ayyamul bidh (puasa tengah bulan Hijriyah), dan puasa sunah lainnya. Di samping itu, ia juga harus menjaga puasa-puasa wajibnya.

Lantas, bagaimana dengan nasibnya orang-orang yang tidak mempunyai amal andalan? Berpuasa sering malas, shalat sering lalai, berjihad tidak ikut, beribadah sering enggan, berdakwah tidak mau, bersedekah juga tidak. Lalu, mereka berangan-angan pula hendak masuk surga? Tentulah angan-angan mereka hanya sia-sia belaka.

Surga itu mahal, mustahil untuk didapatkan dengan angan-angan. Hanya orang-orang yang berkerja keras dengan harta dan dirinya, bersusah-payah beribadah, serta bersabar dengan ujian-ujian, merekalah yang pantas mendapatkan surga. Surga tak didapatkan dengan bersenang-senang dan gelak tawa. Terkadang, untuk mendapatkan tempat yang sangat mahal di akhirat itu, seseorang harus menanggung kelaparan, ketakutan, keletihan, serta sering berurai air mata. Merekalah yang pada akhirnya sampai ke dalam surga.

Adapun orang yang hanya bersenang-senang dengan duniawinya, tak mau direpotkan dengan urusan akhirat, enggan beribadah, dan tak mau mengisi ruhiahnya dengan agama. Ketika di akhirat, mereka selalu ditolak ketika hendak memasuki pintu surga. Penjaga pintu surga tak mengizinkannya masuk karena ia tak termasuk dalam daftar peserta yang masuk ke pintu tersebut. Akhirnya, ketika seluruh orang-orang yang beruntung telah masuk ke dalam surga melalui pintunya masing-masing, pintu surga pun tertutup. Tinggallah ia di luar meratapi nasib. Akhirnya, ia pun dimasukkan ke ruang tunggu, yakni neraka.

Ia dibersihkan dulu dari dosa-dosa yang memberatkannya. Sampai kapan? tidak ada riwayat pasti yang mengatakan berapa lama seseorang harus menunggu di 'ruang tunggu' bernama neraka itu. Ia disiksa sesuai dengan perangai buruknya selama di dunia. Sekejap saja seseorang dicelupkan ke dalam neraka, ia sudah babak belur seakan disiksa ribuan tahun lamanya. Apalagi, harus menanggung penyiksaan yang entah sampai kapan akan berakhir. Na’udhubillahimindzalik.

Bersyukurlah mereka yang mempunyai banyak amal andalan. Ketika ia sampai di pintu surga, para penjaga pintu berebut agar ia masuk di pintu mereka. Penjaga pintu Ar-Rayyan mempersilakannya, penjaga pintu shalat menghimbaunya, penjaga pintu sedekah memintanya, dan penjaga pintu jihad pun mengundangnya. Seperti Abu Bakar RA yang didoakan Nabi SAW bisa memasuki pintu mana saja yang ia kehendaki. Alangkah mulianya orang ini. ( Oleh: Hanan Putra )






Baca Selengkapnya ....
Ricky Pratama's Blog support EvaFashionStore.Com - Original design by Bamz | Copyright of ALI SHOLIHIN'S BLOG.