Siksa yang Tertangguhkan
Senin, 26 Agustus 2013
1
komentar
Sering orang berkata, katanya Allah
berkuasa dan tak suka pada perbuatan-perbuatan yang kufur atau durhaka. Lalu,
mengapa nyatanya orang-orang yang kelihatannya bergelimang dosa tetap saja ada
bahkan seperti hidupnya lebih sejahtera, rezekinya mudah, serta hidup mewah?
Sementara kita yang taat beribadah dan setiap waktu berdoa kepada Allah
begini-begini saja, apa adanya, bahkan kadang hidup seperti banyak susah.
Di sinilah sebenarnya ujian dan kekuatan rahasia Allah. Kita yang beribadah dan taat kepada Allah diberi porsi rezeki dan kesempatan yang terbatas tentu tak lepas dari rencana Allah yang akan memberi kebahagiaan kelak.
Mendidik bersikap tawakal dan bersyukur, memandang harapan dalam janji-janji Allah yang diimani benar adanya, mengerti akan ibrah sejarah masa lalu, serta tetap dekat dan ditemani Allah sepanjang arung kehidupan yang dilaluinya.
Sebaliknya mereka yang berbuat buruk, mengingkari ayat-ayat Allah, serta terjebak di pusaran kesibukan duniawi yang mempesona, sebenarnya hanya akan menikmati sementara saja karena di depan mereka ada jurang yang sangat dalam dan mengerikan. Siksaan yang tertangguhkan.
Allah SWT menunjukkan ayat-ayat-Nya sebagaimana diingatkan dalam QS Al Isra 59:
Di sinilah sebenarnya ujian dan kekuatan rahasia Allah. Kita yang beribadah dan taat kepada Allah diberi porsi rezeki dan kesempatan yang terbatas tentu tak lepas dari rencana Allah yang akan memberi kebahagiaan kelak.
Mendidik bersikap tawakal dan bersyukur, memandang harapan dalam janji-janji Allah yang diimani benar adanya, mengerti akan ibrah sejarah masa lalu, serta tetap dekat dan ditemani Allah sepanjang arung kehidupan yang dilaluinya.
Sebaliknya mereka yang berbuat buruk, mengingkari ayat-ayat Allah, serta terjebak di pusaran kesibukan duniawi yang mempesona, sebenarnya hanya akan menikmati sementara saja karena di depan mereka ada jurang yang sangat dalam dan mengerikan. Siksaan yang tertangguhkan.
Allah SWT menunjukkan ayat-ayat-Nya sebagaimana diingatkan dalam QS Al Isra 59:
“Dan tidak ada yang menghalangi Kami untuk
mengirimkan tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena itu telah
didustakan oleh orang terdahulu. Dan telah Kami berikan kepada kaum Tsamud unta
betina yang dapat dilihat (sebagai mu’jizat) tetapi mereka berlaku zalim
(kepada unta itu). Dan Kami tidak mengirimkan tanda-tanda itu kecuali agar
mereka takut”.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa Sunaid dari Sa’id bin Jubair bahwa kaum musyrik pernah berkata, ”Wahai Muhammad, kamu mengaku bahwa sebelum kamu, Allah juga mengutus para nabi yang lain. Di antara nabi itu ada yang dikaruniai mu’jizat dengan ditundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya kemana saja yang dikehendakinya. Di antara mereka juga ada yang diberi mu’jizat untuk menghidupkan orang yang telah mati. Oleh karena itu, jika kamu menginginkan kami beriman dan mempercayaimu, berdoalah kepada Tuhanmu untuk kami dengan mengubah seluruh bukit Shafa ini menjadi bukit emas”.
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibnu Abbas ra menuturkan kaum kafir meminta kepada Nabi Muhammad untuk memperlihatkan mukjizat dengan mengubah bukit Shafa menjadi bukit emas dan menundukkan pegunungan menjadi tempat yang amat baik untuk bercocok tanam.
Lalu dikatakan kepada Nabi Muhammad, “ Jika kamu mau, Kami akan menangguhkan kepada mereka, dan jika kamu mau Kami dapat mengabulkan permintaan mereka, tetapi jika mereka masih kafir, niscaya mereka akan binasa sebagaimana binasanya umat terdahulu”.
Nabi menjawab, “Tidak, tapi tangguhkanlah mereka”. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas. An Nasa’i meriwayatkan kisah ini dari jalan hadits Jarir.
Demikianlah Rosulullah SAW khawatir jika do’a dikabul dan bukit Shafa menjadi emas, mereka tetap saja kafir, karena “emas” sering membawa kerakusan, lupa diri, bahkan menjadi lebih durhaka lagi. Rosul memilih opsi penangguhan.
Penangguhan adalah kesempatan agar ada waktu untuk menda’wahi kiranya mereka dapat beriman dan bertobat. Jika ternyata tidak, maka siksa yang tertangguh akan datang menurut kehendak Allah. Dan tentunya siksa akherat sudahlah pasti.
Kita saat ini suka membandingkan kehidupan kita sendiri yang “berat” melaksanakan sholat, shaum, atau ibadah lain dengan orang atau komunitas lain yang “ringan” menunaikan kewajiban. Mengapa mereka yang minim ibadah bahkan nampaknya tak beriman dan durhaka itu nampak begitu mudah untuk hidup jauh lebih sejahtera. Bisnis sukses, berkuasa, kendaraan dan rumah-rumah yang mewah. Gampang rezekinya.
Perbadingan yang dibarengi rasa iri, apalagi berprasangka buruk terhadap keadilan Allah sesungguhnya tidaklah patut, sebab semua itu berlaku hukum penangguhan. Allah akan memarahi dan mengadzab pada waktunya. Tidak ada perbuatan buruk yang tak tercatat, seluruhnya terdata dan akan dibukakan. Lalu catatan itu membuat penyesalan yang sangat mendalam. Tak ada waktu untuk perbaikan. Siksa yang tertangguhkan pasti pada saatnya akan diterimanya.
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan). Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa” (QS. Al-An’aam 44).
Nah, di akhirat nanti yang banyak melakukan dosa serta melupakan urusan Allah selama di dunia, siksa penangguhan akan didapat. Diawali dengan mendapatkan catatan amal yang diterima dengan tangan kiri dan dari belakang.
“Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia berkata “alangkah baiknya jika kitab tidak diberikan padaku, sehingga aku tak tahu bagaimana hisabku, wahai kiranya (kematian) itu yang menyudahi segala sesuatu, hartaku sama sekali tak berguna bagiku, kekuasaanku telah hilang dariku” (QS AL Haqqah 25-29).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menerangkan bahwa Sunaid dari Sa’id bin Jubair bahwa kaum musyrik pernah berkata, ”Wahai Muhammad, kamu mengaku bahwa sebelum kamu, Allah juga mengutus para nabi yang lain. Di antara nabi itu ada yang dikaruniai mu’jizat dengan ditundukkan kepadanya angin yang berembus dengan baik menurut perintahnya kemana saja yang dikehendakinya. Di antara mereka juga ada yang diberi mu’jizat untuk menghidupkan orang yang telah mati. Oleh karena itu, jika kamu menginginkan kami beriman dan mempercayaimu, berdoalah kepada Tuhanmu untuk kami dengan mengubah seluruh bukit Shafa ini menjadi bukit emas”.
Imam Ahmad meriwayatkan, Ibnu Abbas ra menuturkan kaum kafir meminta kepada Nabi Muhammad untuk memperlihatkan mukjizat dengan mengubah bukit Shafa menjadi bukit emas dan menundukkan pegunungan menjadi tempat yang amat baik untuk bercocok tanam.
Lalu dikatakan kepada Nabi Muhammad, “ Jika kamu mau, Kami akan menangguhkan kepada mereka, dan jika kamu mau Kami dapat mengabulkan permintaan mereka, tetapi jika mereka masih kafir, niscaya mereka akan binasa sebagaimana binasanya umat terdahulu”.
Nabi menjawab, “Tidak, tapi tangguhkanlah mereka”. Kemudian Allah menurunkan ayat di atas. An Nasa’i meriwayatkan kisah ini dari jalan hadits Jarir.
Demikianlah Rosulullah SAW khawatir jika do’a dikabul dan bukit Shafa menjadi emas, mereka tetap saja kafir, karena “emas” sering membawa kerakusan, lupa diri, bahkan menjadi lebih durhaka lagi. Rosul memilih opsi penangguhan.
Penangguhan adalah kesempatan agar ada waktu untuk menda’wahi kiranya mereka dapat beriman dan bertobat. Jika ternyata tidak, maka siksa yang tertangguh akan datang menurut kehendak Allah. Dan tentunya siksa akherat sudahlah pasti.
Kita saat ini suka membandingkan kehidupan kita sendiri yang “berat” melaksanakan sholat, shaum, atau ibadah lain dengan orang atau komunitas lain yang “ringan” menunaikan kewajiban. Mengapa mereka yang minim ibadah bahkan nampaknya tak beriman dan durhaka itu nampak begitu mudah untuk hidup jauh lebih sejahtera. Bisnis sukses, berkuasa, kendaraan dan rumah-rumah yang mewah. Gampang rezekinya.
Perbadingan yang dibarengi rasa iri, apalagi berprasangka buruk terhadap keadilan Allah sesungguhnya tidaklah patut, sebab semua itu berlaku hukum penangguhan. Allah akan memarahi dan mengadzab pada waktunya. Tidak ada perbuatan buruk yang tak tercatat, seluruhnya terdata dan akan dibukakan. Lalu catatan itu membuat penyesalan yang sangat mendalam. Tak ada waktu untuk perbaikan. Siksa yang tertangguhkan pasti pada saatnya akan diterimanya.
“Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan). Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa” (QS. Al-An’aam 44).
Nah, di akhirat nanti yang banyak melakukan dosa serta melupakan urusan Allah selama di dunia, siksa penangguhan akan didapat. Diawali dengan mendapatkan catatan amal yang diterima dengan tangan kiri dan dari belakang.
“Dan adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kirinya, maka dia berkata “alangkah baiknya jika kitab tidak diberikan padaku, sehingga aku tak tahu bagaimana hisabku, wahai kiranya (kematian) itu yang menyudahi segala sesuatu, hartaku sama sekali tak berguna bagiku, kekuasaanku telah hilang dariku” (QS AL Haqqah 25-29).
“Dan adapun orang yang yang
catatannya diberikan dari arah belakang, maka dia akan berteriak “Celakalah aku
!”. (QS. Al-Insyiqaq 10-11). (Oleh. HM Rizal Fadillah)
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Siksa yang Tertangguhkan
Diposkan oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://alisholihin.blogspot.com/2013/08/siksa-yang-tertangguhkan.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Diposkan oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
1 komentar:
artikel nya sangat bagus sekali
Posting Komentar